SEMARANG — Peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang (PPLHS) 2025 di kawasan Tugu Muda berlangsung meriah dan penuh makna, Selasa (14/10) malam. Ribuan warga tumpah ruah menyaksikan kolaborasi seni, teatrikal perjuangan, dan refleksi sejarah yang dirancang secara lebih atraktif tahun ini.
Kegiatan diawali dengan pembacaan cukilan sejarah oleh budayawan Sukirno, dilanjutkan dengan upacara kehormatan yang dipimpin oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi.
Momen hening tercipta saat seluruh lampu di sekitar Tugu Muda dipadamkan. Hanya suara sirine yang mengiringi detik-detik pertempuran 1945, menghadirkan suasana yang menggetarkan jiwa.
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, mengatakan, kegiatan ini dikemas dengan pendekatan baru agar lebih dekat dengan anak muda. “Peringatan ini tidak boleh kaku. Anak-anak muda harus terlibat, harus merasa bangga,” ujarnya.
Menurutnya, semangat perjuangan harus diwariskan melalui ekspresi yang kreatif dan sesuai zaman. “Kita bisa belajar sejarah bukan hanya dari buku, tapi juga lewat seni, musik, dan aksi nyata,” katanya.
Tahun ini, acara melibatkan lebih dari 1.900 peserta, termasuk TNI, Polri, pelajar, Pramuka, dan komunitas seni yang berkolaborasi dalam pementasan tematik.
Kepala Dinas Sosial, Heroe Soekendar, menjelaskan bahwa konsep tahun ini merupakan arahan langsung Wali Kota agar masyarakat dapat menikmati peringatan dengan cara yang interaktif. “Kami ingin nilai perjuangan bisa menyentuh semua kalangan, dari anak sekolah sampai lansia,” jelasnya.
Penampilan teatrikal yang menggambarkan perjuangan warga Semarang 1945 berhasil menyedot perhatian ribuan pengunjung.
Banyak anak muda terlihat mengabadikan momen lewat ponsel dan membagikannya di media sosial dengan tagar “Semarang Berjuang”.
Agustina menilai, hal ini menunjukkan bahwa sejarah bisa tetap hidup di era digital. “Kalau kita kemas dengan baik, anak-anak muda akan tertarik dan ikut menjaga ingatan kolektif,” ujarnya.
Selain itu, Pemerintah Kota Semarang berencana menjadikan PPLHS bagian dari kalender budaya tahunan yang memadukan unsur edukasi, hiburan, dan pelibatan komunitas.
“Semangat kebersamaan seperti ini harus dijaga. Kita ingin Semarang dikenal bukan hanya sebagai kota modern, tapi juga kota yang menghargai sejarah,” pungkas Agustina.
Reporter: Ismu Puruhito

